Kenyataan yang terjadi hingga saat ini, mahasiswa
sulit untuk menempuh semester pendek dengan makna yang sebenarnya, bahkan bisa
dibilang “nyaris” tidak ada satupun mahasiswa yang menempuh semester pendek
dalam artian yang sebenarnya.
Terdapat hal yang menggelitik yang terjadi, Semester
Pendek ini pada pelaksanaannya saat ini diaplikasikan sebagai ajang untuk
perbaikan nilai Ujian Akhir Semster pada semester sebelumnya dan justru makna
semester pendek disini lebih tepatnya dijadikan sebagai ajang “remidial”, dan bahkan untuk system
pengontrakan SKS (Sistem Kredit Semester) terkesan sudah diatur, diblok-blokan
sehingga tidak ada mahasiswa yang bisa lulus lebih cepat, paling “banter” malah
banyak yang lulus melebihi batas waktu yang telah ditentukan.
Di sisi lain memang hal tersebut sedikit
menguntungkan bagi mahasiswa, nyatanya system seperti ini masih tetap
dijalankan oleh kebanyakan mahasiswa yang memiliki memiliki nilai yang kurang
untuk beberapa mata kuliah yang telah dilaluinya.
Kita bahas mengenai biaya administrasi. Sebenarnya,
di beberapa fakultas masih tetap / sama dengan sebelumnya untuk biaya
administrasi. Ada yang sesuai dengan biaya SKS, setengah dari harga SKS, namun
ada hal yang membuat mahasiswa merasa mulai risih dengan “SA” ini yaitu dengan
melonjaknya biaya yang mengalami kenaikan hingga mencapai 150%/sks-nya dari biaya per mata kuliah
untuk setiap semesternya.
Setelah diklarifikasi ke beberapa pihak terkait,
mereka berkata “hal tersebut dilakukan agar mahasiswa lebih rajin dalam
perkuliahan sehingga mereka berfikir ulang jika hanya bermain-main sajan dan
tidak perlu mengikuti kegiatan SP/SA sehingga bisa lulus tepat pada waktunya”,
ada juga yang berkata “ya mau bagaimana lagi?, itu sudah kebijakan dari
Rektorat”. Dua kalimat tersebut yang sebenarnya menggelitik admin untuk menulis
artikel ini.
Alasan pertama yang admin tangkap adalah “agar
mahasiswa siswa bisa lebih serius kuliah - mendapat nilai bagus - tidak perlu
mengikuti SP/SA - lulus tepat waktu”. Jika kita lihat pada kenyataannya, masih
banyak kita temukan kejadian mahasiswa yang rajin dan serius berkuliah, namun
pada kenyataanya ketika hasil ujian keluar, nilai dia kurang, disisi lain ada
mahasiswa yang bermalas-malasan dalam berkuliah namun dia bisa mendapatkan
nilai yang bagus bahkan sempurna.
Bagaimana dengan
jika ilustrasi yang pertama terjadi?? Apakah hal tersebut dikarenakan
penilaian dari pengajar(dosen) yang dilakukan secara Subjektif?? entahlah,
admin enggan membahas hal tersebut. Di sisi lain, mahasiswa yang mengalami hal
yang admin ilustrasikan tadi berlatar belakang dari keluarga yang (maaf) kurang
mampu dengan terpaksa tidak dapat memperbaiki nilainya dikarenakan tidak mampu memenuhi
biaya administrasi yang naik 150% tersebut.
Dan untuk alas anyang kedua, admin penasaran
“Apakah hal tersebut memang kebijakan dari pihak Rektorat??”, admin
berinisiatif untuk bertanya kepada ketua SeMa / BEM dari fakultas lain ketika
forum yang diadakan oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas. Dan ternyata,
dari keenam fakultas yang memberikan informasi, biaya untuk menempuh SP/SA ini
bervariasi. Hal yang paling mencengaangkan bagi admin, “fakultas ini”lah yang
paling tertinggi karena mencapai penaikan sebesar 150%, sehingga dapat
disimpulkan bahwa kenaikan biaa untuk menempuh masa “remidial” ini adalah "BUKAN KEBIJAKAN REKTORAT!!!
Dan pada akhirnya, hanya satu pertanyaan yang ingin
admin lontarkan, “Ada apa dibalik semua kebijakan ini?? Apakah kampus dijadikan lahan
bisnis bagi pihak – pihak tertentu?? Ataukah memang ada yang
salah dengan system ini walaupun tujuan mereka mulia??”………

Nah, itu dia yang ada di benak saya selama ini terkait kenaikan SP.
Hello, ini Unigal yang kelasnya masih kalah jauh sama Universitas lain, bahkan dibandingakan dengan Unsil pun Unigal masih kalah.
Lulusan Unigal dengan IPK 3,5 keatas pun akan kalah dengan lulusan Unsil dengan IPK 3 di Unsil (dan juga Universitas lain) di Bursa kerja.
Kalo harga SP naik, apa kabar lulusan Unigal nantinya?
Secara proses pun saya fikir, untuk masalah nilai Dosen belum sepenuhnya objektif. Masih banyak analisis saya yang mengerucut bahwa dosen disini terkesan asal-asalan dalam memberikan nilai. Dan dosen tersebut pun sebenarnya jarang masuk ke kelas untuk mengajar.
Jika dibiarkan seperti ini, jangan heran jika suatu saat Unigal akan ditinggalkan. Masyarakat sekitar akan lebih memilih Universitas lain (Baca : UNSIL), karena memang toh hingga sekarang pun Unsil tetap menjadi pilihan dibandingan Unigal.
WTF!!!
ya, memang benar.
awal mula didirikannya unigal adalah untuk masyarakat di sekitaran priangan timur khususnya di daerah ciamis dan memang khusus bagi masyarakat kelas menengah-kebawah.
Jika perubahan yang saat ini tetap berjalan, hal tersebut sudah menyimpang dari tujuan awal didirikannya universitas ini.
Memang banyak sekali hal yang harus kita benahi selagi kita mampu, sehingga masyarakat khususnya di daerah ciamis tetap mempercayakan Unigal sebagai salah satu Universitas yang patut dan layak untuk menguliahkan anak2 mereka bahkan mereka sendiri,